BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Seiring perkembangan teknologi dan era globalisasi,
negara-negara mengalami perkembangan di berbagai bidang seperti bidang ekonomi,
politik, sosial, budaya, militer, pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi
salah satunya adalah negara Indonesia. Kebebasan seseorang untuk pergi ke berbagi
negara Indonesia juga mudah dilakukan menggunakan transportasi seperti pesawat
dan kapal laut dengan syarat-syarat yang berlaku, sehingga dengan adanya hal
tersebut menyebabkan banyaknya warga negara asing dapat menetap di Indonesia
dan begitu pula sebaliknya. Setiap warga asing yang menetap juga dapat belajar
lebih di bidang pendidikan dan budaya Indonesia dan warga asing memiliki
kebebasan untuk mendapatkan kehidupan baru di Indonesia seperti berkenalan,
berteman dengan warga Indonesia karena hal tersebut dapat menimbulkan suatu
hubungan emosional dan tumbuhlan benih cinta dan kasih sayang diantara mereka
sehingga timbul suatu keinginan untuk meneruskan hubungan sampai jenjang pernikahan.
Setiap orang yang hidup di dunia ini mempunyai hak untuk perkawinan, membentuk
rumah tangga ang bahagia dan melanjutkan keturunan baik di dalam negara maupun
di luar negara. Karena manusia diciptakan oleh ALLAH Yang Maha Esa diberikan
kebebasan dalam memilih kehidupan salah satunya adalah untuk mengenal satu sama
lain yang tidak membedakan suku, agama, budaya dan ras.
2. Rumusan Masalah
Perumusan masalah merupakan masalah-masalah yang akan
dibahas pada makalah ini. Berikut adalah perumusan
masalah yang terdapat pada makalah antara lain :
a.
Pengertian Warga Negara
b.
Pengertian Kewarganegaraan
c.
Pengertian Perkawinan Campuran
d.
Status kewarganegaraan jika menikah dengan
warga asing di luar negara
e.
Status kewarganegaraan jika bercerai dengan
warga asing di luar negara
f.
Status kewarganegaraan anak dan berada pada
ayah atau ibu
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Warga Negara
Warga Negara adalah orang-orang yang secara resmi ikut menjadi
bagian dari penduduk yang dimana mereka menjadi salah satu unsur negara.
Warga Negara ini merupakan salah satu unsur pokok suatu negara yang
dimana masing-masing warga negara memiliki suatu hak dan kewajiban yang tentu
perlu dilindungi dan dijamin pelaksanaannya. Setiap warga negara memiliki hak
dan kewajiban terhadap negaranya. Sebaliknya, negara juga memiliki kewajiban
untuk memberikan perlindungan kepada setiap warga negaranya.
Ketentuan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 26 mengatur mengenai Warga
Negara :
a.
Yang menjadi warga negara
ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang
disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara. Yang dimaksud
"orang-orang bangsa Indonesia asli adalah orang Indonesia yang menjadi
Warga Negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima
kewarganegaraan lain atas kehendak sendiri."
b.
Penduduk ialah warga negara
Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia.
c.
Hal-hal mengenai warga negara
dan penduduk diatur dengan undang-undang.
2. Pengertian Kewarganegaraan
Pengertian Kewarganegaraan dalam arti yuridis (hukum) ditandai
dengan adanya ikatan hukum antara orang-orang dengan negara. Dengan adanya
ikatan hukum itu menimbulkan akibat-akibat hukum tertentu, dimana orang
tersebut berada di bawah kekuasaan negara yang bersangkutan. Contoh dari ikatan
hukum : surat pernyataan, bukti kewarganegaraan, akta kelahiran dan lain-lain.
Pengertian Kewarganegaraan dalam arti sosiologis (sosial) tidak
ditandai dengan ikatan yuridis (hukum), tetapi ikatan emosional, seperti ikatan
keturunan, ikatan perasaan, ikatan nasib, ikatan tanah air dan ikatan sejarah.
Dalam hal ini, ikatan lahir dari penghayatan warga negara yang bersangkutan.
Dari sudut padang kewarganegaraan sosiologis (sosial), seseorang
dapat dipandang negara sebagai warga negaranya sebab penghayatan hidup, ikatan
emosional dan juga tingkah laku yang dilakukan menunjukkan bahwa orang tersebut
sudah seharusnya menjadi anggota negara itu. Namun dari sudut pandang hukum
orang tersebut tidak memiliki bukti ikatan hukum dengan negara.
3. Pengertian Perkawinan Campuran
Perkawinan campuran yang diatur dalam UU No. I/1974 berbeda dengan
perkawinan campuran yang terdapat dalam S. 1898/158. Menurut Pasal 57 UU No.
I/1974 pengertian perkawinan campuran adalah:
“Perkawinan antara dua orang yang ada di Indonesia tunduk pada
hokum yang berlainan karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak
berkewarganegaraan Indonesia” Apabila melihat isi pasal tersebut di atas dapat
ditarik kesimpulan bahwa perkawinan campuran yang sekarang berlaku di Indonesia
unsurnya adalah sebagai berikut:
a.
Perkawinan itu dilakukan oleh
seorang pria dan seorang wanita
b.
Dilakukan di Indonesia yang
tunduk pada hokum yang berlainan
c.
Di antara keduanya berbeda
kewarganegaraan
d.
Salah satu pihaknya
berkewarganegaraan Indonesia.
4. Status Kewarganegaraan Jika Menikah Dengan Warga Asing di Luar
Negara
Menurut Pasal 58 UUP bagi orang-orang yang berlainan
kewarganegaraan yang melakukan perkawinan campuran, dapat memperoleh
kewarganegaraan dari suami/isterinya dan dapat pula kehilangan
kewarganegaraannya, menurut cara-cara yang telah ditentukan dalam Undang-Undang
Kewarganegaraan Republik Indonesia yang berlaku.
Berdasarkan ketentuan tersebut, maka kita perlu merujuk pada
ketentuan Undang-Undang kewarganegaraan RI yang berlaku saat ini yaitu UU No.
12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia (“UU
Kewarganegaraan”). Mengenai status kewarganegaraan dalam perkawinan campuran,
hal tersebut diatur di dalam Pasal 26 UU Kewarganegaraan, yang berbunyi:
1)
Perempuan Warga Negara
Indonesia yang kawin dengan laki-laki warga negara asing kehilangan
Kewarganegaraan Republik Indonesia jika menurut hukum negara asal suaminya, kewarganegaraan
istri mengikuti kewarganegaraan suami sebagai akibat perkawinan tersebut.
2)
Laki-laki Warga Negara
Indonesia yang kawin dengan perempuan warga negara asing kehilangan
Kewarganegaraan Republik Indonesia jika menurut hukum negara asal istrinya,
kewarganegaraan suami mengikuti kewarganegaraan istri sebagai akibat perkawinan
tersebut.
3)
Perempuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) atau laki-laki sebagaimana dimaksud pada ayat (2) jika
ingin tetap menjadi Warga Negara Indonesia dapat mengajukan surat pernyataan
mengenai keinginannya kepada Pejabat atau Perwakilan Republik Indonesia yang
wilayahnya meliputi tempat tinggal perempuan atau laki-laki tersebut, kecuali
pengajuan tersebut mengakibatkan kewarganegaraan ganda.
4)
Surat pernyataan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dapat diajukan oleh perempuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) atau laki-laki sebagaimana dimaksud pada ayat (2) setelah 3 (tiga)
tahun sejak tanggal perkawinannya berlangsung.
Jadi, jika kita melihat ketentuan Pasal 26 ayat (2) dan ayat (3) UU
Kewarganegaraan, dapat diketahui bahwa apabila hukum negara asal si istri
memberikan kewarganegaraan kepada pasangannya akibat perkawinan campuran, maka
suami yang WNI dapat kehilangan kewarganegaraan Indonesia, kecuali jika dia
mengajukan pernyataan untuk tetap menjadi WNI.
Kemudian, Anda juga menanyakan mengenai status kewarganegaraan si
istri yang WNA jika pasangan perkawinan campuran tersebut menetap di Indonesia.
Di dalam ketentuan UU Kewarganegaraan, tidak ditentukan bahwa seorang WNA yang
kawin dengan WNI maka secara otomatis menjadi WNI, termasuk jika menetap di
Indonesia. Hal yang perlu diperhatikan oleh si WNA selama tinggal di Indonesia
adalah harus memiliki izin tinggal..
Jika si WNA telah menetap tinggal di Indonesia selama 5 tahun
berturut-turut atau 10 tahun berturut-turut, barulah dia memenuhi syarat
mengajukan diri untuk menjadi WNI jika ia menghendaki (lihat Pasal 9 huruf b UU
Kewarganegaraan).
5.
Status Kewarganegaraan Jika
Bercerai Dengan Warga Asing di Luar Negara
Perceraian adalah cerai hidup antara pasangan suami istri sebagai
akibat dari kegagalan mereka menjalankan obligasi peran masing-masing. Dalam
hal ini perceraian dilihat sebagai akhir dari suatu ketidakstabilan perkawinan
dimana pasangan suami istri kemudian hidup terpisah dan secara resmi diakui
oleh hukum yang berlaku (Erna, 1999). Atau dengan kata lain perceraian merupakan terputusnya keluarga karena
salah satu atau kedua pasangan memutuskan untuk saling meninggalkan sehingga
mereka berhenti melakukan kewajibannya sebagai suami istri. Mereka yang
melakukan perkawinan campuran sesuai dengan pasal 57 UU No. 1 tahun 1974
apabila hendak melakukan perceraian maka tunduk pada UU No. 1 tahun 1974 dan
PP No. 9 tahun 1975 untuk pengadilan
negeri (bagi yang non muslim), dan ditambah dengan kompilasi hukum islam serta
UU No. 7 tahun 1989 jo. UU No. 3 tahun 2006 tentang peradilan agama bila perkara diajukan melalui
pengadilan agama (bagi yang muslim). Alasan-alasan perceraian diatur dalam
pasal 19 PP No. 9 tahun 1975.
a.
Salah satu pihak berbuat zina
atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lainsebagainya yang sulit
disembuhkan.
b.
Salah satu pihak meninggalkan
pihak lain selama 2 tahun berturut-berturut tanpa izin pihak lain dan
tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya.
c.
Salah satu pihak mendapatkan
hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yanglebih berat setelah perkawinan
berlangsung.
d.
Salah satu pihak melakukan
kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain.
e.
Salah satu pihak mendapat
cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapatmenjalankan kewajibannya
sebagai suami istri.
f.
Antara suami istri terus
menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup
rukun lagi dalam rumah tangga.
Dari hal-hal diatas putusnya perkawinan
campuran karena perceraian tersebut akanmembawa suatu konsekuensi hukum, salah satunya
adalah mengenai status anak dari perkawinan campuran tersebut.
Maka ditentukan dalam pasal 58, bahwa orang
yang melakukan perkawinan campuran itu, dapat memperoleh kewarganegaraan dari
suami/istrinya dan dapat pula kehilangan kewarganegaraannya, menurut cara-cara
yang telah ditentukan dalam Undang-undangKewarganegaraan Republik Indonesia
yang telah berlaku.
Sebagaimana telah dijelaskan dalam sub bab
Perceraian Yang Dilakukan Diluar Negeri (Antar Sesama WNI), semua akibat hukum
yang terjadi tetaplah sama: surat keterangan (akta) cerai yang dikeluarkan oleh
negara tempat mereka bercerai dianggap tidak sah, dan mereka harus melakukan
cerai ulang di Pengadilan yang mempunyai kompetensi untuk menyidangkan perkara perceraian
mereka.
Masalah yang muncul adalah: Apakah WNA yang
menikah dengan WNI tersebut juga tunduk terhadap aturan-aturan aquo atau tunduk
terhadap hukum dimana mereka melangsungkan pernikahan atau negara dimana mereka
melakukan perceraian?
Untuk masalah ini, ada beberapa aturan hukum
yang dapat dipegang:
1.
Pasal 57 UU No. 1 Tahun 1974:
Yang dimaksud dengan kawin campuran dalam UU ini adalah perkawinan dua orang di
Indonesia yang tunduk pada hukum yang berlainan karena perbedaan kewarganearaan
dan salah satu WNI.
2.
Pasal 58 UU No. 1 Tahun 1974:
Bagi orang-orang yang berlainan kewarganegaraan yang melakukan perkawinan campuran
dapat memperoleh kewarganegaraan dari suami/istri dan dapat pula kehilangan
kewarganegaraannya.
3.
Pasal 19 UU No. 12 tahun
2006:
a.
(ayat 1): WNA yang kawin
secara sah dengan WNI dapat memperoleh kewargargaraan RI dengan menyampaikan pernyataan
menjadi warga negara dihadapan pejabat
b.
(ayat 2): Pernyataan
sebagaimana dimaksud ayat (1) dilakukan apabila yang bersangkutan sudah
bertempat tinggal di RI paling singkat 5 tahun berturut-turut, kecuali dengan
perolehan kewarganegaraan tersebut mengakibatkan kewarganegaraan ganda.
c.
(ayat 3): Dalam hal yang
bersangkutan tidak memperoleh kewarganegaraan RI yang diakibatkan oleh
kewarganegaraan ganda. kewarganegaran ganda sebagaimana dimaksud ayat (2), yang
bersangkutan dapat diberi izin tinggal tetap sesuai dengan perundang-undangan.
Berdasarkan aturan tersebut diatas, maka
seorang WNA yang menikah dengan WNI bisa merubah status kewarganegaraannya
menjadi WNI, tapi akibat hukum perceraian di luar negeri yang sedang kita bahas
ini adalah lain hal. Mengacu kepada Pasal 66 ayat (4) dan Pasal 73 ayat (3) UU
No. 7 Tahun 1989 dan Pasal 38 UU No. 1 Tahun 1974, maka perceraian harus
dilakukan di Indonesia karena perkawinan mereka dilakukan di Indonesia. Jika
dianalogikan dengan hukum perdata umum, apabila terjadi suatu perikatan yang
dibuat oleh dua orang yang berbeda kewarganegaraannya, maka hukum yang dipakai
adalah hukum dimana perikatan itu dibuat atau di negara mana mereka saling sepakati
untuk menyelesaikan.
6. Status Kewarganegaraan Anak dan Akibat Perceraian Anak Berada pada
Tangan Ayah atau Ibu
Anak yang lahir dari orang tua yang melakukan
perkawinan campuran memiliki kemungkinan bahwa ayah ibunya memiliki
kewarganegaraan yang berbeda sehingga tunduk
pada dua yurisdiksi hukum yang berbeda. Berdasarkan UU Kewarganegaraan
yang lama yaitu UU No. 62 tahun 1958 bahwa anak hanya mengikuti kewarganegaraan
ayahnya, namun berdasarkan UU
Kewarganegaraan yang baru yaitu UU No. 12 tahun 2006 bahwa anak akan memiliki
dua kewarganegaraan, dalam artian bisa mengikuti kewarganegaraan bapak atau
ibunya.
Anak yang lahir dari orang tua yang melakukan
perkawinan campuran, dengan perkawinan
yang sah sama-sama diakui sebagai warga negara indonesia. Sebelum berusia 18
maka ia mengikuti kewarganegaraan ayahnya, namun apabila setelah berusia 18
tahun maka anak berhak menentukan sendiri kewarganegaraannya. Pada pasal 1b UU
No 62 tahun 1958 menyatakan WNI adalah orang yang pada waktu lahirnya mempunyai
hubungan hukum kekeluargaan dengan ayahnya seorang WNI, dengan pengertian
hubungan kekeluargaan itu diadakan sebelum anak itu berumur 18 tahun atau
sebelum ia kawin dibawah 18 tahun. Hal ini berarti Indonesia berdasarkan UU
tersebut menganut asas ius sanguinis (keturunan), sehingga bila terjadi
perkawinan antara WNI dengan WNA, maka anak-anaknya mengikuti kewarganegaraan
ayahnya.
Adapun Asas-asas dalam menentukan kewarganegaraan yang dianut dalam
Undang-Undang Nomor 12 tahun 2006 ini sebagai berikut :
1.
asas ius sanguinis (law of
the blood) adalah asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan
keturunan, bukan berdasarkan negara tempat kelahiran \
2.
asas ius soli (law of the
soil) secara terbatas adalah asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang
berdasarkan Negara tempat kelahiran, yang diberlakukan terbatas bagi anak-anak
sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang
3.
asas kewarganegaraan tunggal
adalah asas yang menentukan satu kewarganegaraan bagi setiap orang
4.
asas kewarganegaraan ganda
terbatas adalah asas yang menentukan kewarganegaraan ganda bagi anak-anak
sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang.
Disini apabila terjadi perceraian terhadap orang tua yang melakukan
perkawinancampuran, maka masalah terhadap pengurusan terhadap anak menjadi
masalah. Dalam pasa l41 UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan, menegaskan
bahwa akibat putusnya perkawinan karena perceraian yaitu :
1.
baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya,semata-mata
berdasarkan kepentingan anak, bilamana ada perselisihan
mengenai penguasaan anak-anak, Pengadilan memberikan keputusan.
2.
Bapak yang bertanggung jawab
atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yangdiperlukan anak itu; bilamana
bapak dalam kenyataan tidak dapat memenuhikewaijban tersebut, pengadilan dapat
menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut.
Berdasarkan kedua ketentuan diatas, dapat terlihat meskipun
masing-masing pihaktelah bercerai namun tanggung jawab dalam hal pengasuhan
anak berada pada kedua pihak,sedangkan pembiayaan bekas suamilah yang paling
bertanggung jawab, sehingga dengantanggung jawab inilah masa depan anak dapat
terjamin, karena segala sesuatunya yangterpenting adalah kepentingan terbaik si
anak.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Perkawinan
campuran adalah perkawinan antara pearkawinan antara dua orang yang berbeda
kewarganegaraannya, yang satu berkewarganegaraan Indonesia dan yang satu
berkewarganegaraan asing. Perbedaan disini dibatasi pada perbedaan kewarganegaraan
bukan pada perbedaan agama.
Sedangkan
mengenai syarat-syarat perkawinan campuran sudah diatur dalam UU nomor 1 tahun
1974 tentang Perkawinan. Diantaranya ialah kelengkapan surat-surat baik dari
negara Indonesia ataupun negara asal dari orang asing yang akan menikah
tersebut. Seperti surat-surat yang menjadi syarat perkawinan di Indonesia dan
yang menjadi syarat di negara asing tempat dia berdiam atau sebagai warga
negara disana.
Dan
mengenai status anak dari perkawinan campuran ini pun sudah diatur secara jelas
dalam UU nomor 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. Dalam
UU ini, memperbolehkan adanya kewarganegaraan ganda bagi anak hasil dari
perkawinan campuran hingga dia berusia delapan belas tahun. Hal ini diatur
dalam pasal 6 ayat (1) yang menentukan bahwa anak tersebut bisa mengikuti
kewarganegaraan ayahnya atau ibunya sebelum ia berusia delapan belas tahun atau
sudah menikah. Dan setelah ia berusia delapan belas tahun atau sudah menikah
maka ia harus menentukan sendiri mengenai status kewarganegaraannya sendiri.
Daftar Pustaka
http://www.habibullahurl.com/2015/02/pengertian-warga-negara-teori-status-warga-negara.html
http://www.pengertianpakar.com/2014/11/pengertian-warga-negara-dan-pengertian.html
http://ilmuhukumsemester2.blogspot.co.id/2015/01/akibat-perkawinan-campuran-dan.html
https://www.academia.edu/9511752/Kedudukan_anak_akibat_perceraian_perkawinan_campuran
http://blogperadilan.blogspot.co.id/2015/04/beberapa-permasalahan-perkawinan.html
http://noaksianturi.blogspot.co.id/2012/11/perkawinan-campuran.html
0 komentar:
Posting Komentar